Dengan banyaknya rakyat di Indonesia ini, tak heran jika kita menemukan berbagai pertikaian seperti yang telah terjadi pada penyebab konflik Aceh, penyebab konflik Ambon, dan juga penyebab konflik Poso. Tidak hanya itu saja, konflik lainnya juga lahir pada area-area lain di hampir seluruh pulau besar di Indonesia. Pada umunya, penyebab dari konflik tersebut merupakann konflik batin antar masyarakat, dan juga pemerintah yang seolah tidak mendengar apa permintaan rakyat. Dan ini menjadi penyebab pelanggaran HAM vertikal, ptotes dan unjuk rasa terjadi di mana-mana. Harga barang menjadi mahal, mencari sembako semakin susah, merupakan masalah sehari-hari. Dengan sulitnya perkembangan masyarakat, sangat diperlukan adanya suatu bentuk pemerintahan baru yang pro rakyat. Kemudian lahirlah demokrasi di Indoenia, di mana rakyat juga memiliki hak untuk ikut serta baik secara langsung atas perwakilan ke dalam pemerintahan.
ads
Demokrasi terbukti bisa menekan angka penyebab konflik horizontal yang terjadi, dan kemudian ditingkatkan kembali menjadi lebih baik lagi melaui berbagai program pendukungnya. Masyarakat yang dulu tidak berhak untuk mengeluarkan suara sekalipun akibat penjajahan atau dikarenakan pemimpin mereka yang memiliki sifat yang buruk, atau sistem “kerajaan” yang membatasi rakyat untuk bisa memilih seorang pemimpin yang mereka hendaki sendiri. Apakah ini termasuk dalam penyebab konflik antar ras ? ataukah masuk ke dalam penyebab konflik antar suku ? Jawabannya tidak keduannya. Biasanya, kondisi masyarakat tersebut memang pure dipengaruhi oleh pemerintahan itu sendiri. Dengan tidak adanya demokrasi, maka seorang pemimpin bisa mengambil alih pemerintahan dengan kukuasaan penuh, dan bisa bertindak semena-mena kepada rakyatnya. Pertanyaannya di sini adlalah, apakah seorang pemimpin tega melakukan tersebut? Itu tergantung pada pribadi masing-masing pemimpin tersebut.
Namun, karena pada era sekarang demokrasi sudah semakin meluas, maka kita bisa melihat bahwa sebagian besar masyarakat dunia bisa hidup makmur, dengan seorang pemimpin yang mereka pilih sendiri. Dampak positif tadi memang bagus untuk rakyat, tapiapabila ditelurusi kembali, apakah ada dampak negatif dari Demokrasi ini? Lalu apa sajakah dampak-dampak negatif dan juga dampak positif yang mengimbanginya?
1. Rakyat Bebas Bersuara
Demokrasi membebaskan rakyat untuk mengeluarkan suara. Segala bentuk dukungan, kritik, dn pendapat bisa disampaikan kepada pemerintah, yang sedang memimpin mereka pada waktu tersebut. Kebebasan tersebut dapat digunakan untuk mengkoreksi atau memperbaiki program-program pemerintah yang dsara tidak sesuai, entah itu untuk rakyat sendiri atau untuk lingkungan. Ditambah dengan majunya teknologi informasi, suara-suara tersebut bisa bertebaran dengan bebas pada berbagai media sosial.
Sayangnya, ada saja oknum yang menggunakan kebebasan tersebut untuk memicu penyebab konflik sara dan juga penyebab konflik antar agama. Biasanya, kaum minoritas yang menjadi koran dari cyberbullying ini, dan tentunya itu bukanlah hal yang baik untuk dilakukan, terutama bila kita melakukannya pada orang lain tanpa sebab tetentu. Bentu rasis semakin berkembang, hingga banyak masyarakat yang juga harus merasakan adanya dampak konflik agama, dimana dampak tersebut sudh sepatutnya bisa dihentikan pada saat kemunculannya. Namun karena semakin banyanya pesan kebencian, dampak tersebut bukannya semakin menyusut, malah semakin membesar.
2. Peran Serta Musyawarah Semakin Terasa
Dengan danya demokrasi, kita juga diberi kebebasanuntuk memberikan pendapat lewat berbagai bentuk forum diskusi, sah satunya adalah musyawarah. Pada daerah-daerah yang masih belum tersentuh individualisme, persoalan-persoalan dan permasalahan yang ada masih diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Jadi tidak heran bahwa kita mleihat masyarakat di desa bisa hidup begitu damainya, karena mereka sendiri tidak selalu mengandalkan jalur hukum untuk menyelesaikan masalah. Dengan cara kekeluargaan saja, masalah dinilai bisa berakhir.
Tidak hanya dicontohkan oleh rakyat saja, namun presiden kita juga melakukan hal yang sama. Presiden Joko Widodo, dengan kecerdasan politik Jokowi dan juga kehebatan politik Jokowi, juga melakukan apa yang disebut dengan blusukan. Tentunya kita tidak heran dengan hal tersebut, karena pada awalnya beliau bukanlah orang yang memiliki harta yang cukup. Hidup di desa membuat beliau sadar akan idndahnya perdamaian. Oleh karena itu, jarang sekali kita melihat beliau berorasi dengan berteriak secara keras dan lantang. Sudah sepantasnya bukan, kita harusnya bisa menyelesaikan masalah dengan cara yang sangat simpel dan tidak merugikan seiapapun, bahkan bisa menguntungkan.
3. Tidak Ada Lagi Pemerintahan Otoriter
Bila kita melihat pada pemerintahan-pemerintahan dunia yang masih mengantu sistem pemerintahan yang merugikan rakyatnya, yang salah satunya dapat anda temukan pada penyebab konflik Suriah, kita patut bersyukur karena negara kita juga termasuk dalam penganut faham demokrasi. Apabila kita berada pada pemerintahan yang menyiksa seperti itu, sudah dipastikan Indonesia akan hancur karea kekeuasaan yang diselewengkan dengan mudahnya. Meskipun kita juga pernah mengalami hal tersebut pada era Soeharto, paling tidak sekarang kita sudah tidak merasakanny kembali.
Kita lupa bersyukur bahwa negara ini tidak berada di bawah kepemimpinan diktator paling kejam di dunia. Coba bayangkan bahwa negara kita ini dipimpin oleh Hitler, atau Putin. Apakah anda akan mengeluh pada progress pemerintah? Apakah anda masih berani untuk berorasi di depan isatana pemerintahan? Satu tindakan ptotes pun akan dinilai sebagai menodai harga diri presiden, dan anda akan mendapat konsekuensi yang besar, nyawa anda pun bisa menjadi taruhannya.
Itulah kurang lebih gambaran singkat mengenai pemerintahan otoriter, bila dibandingkan dengan pemerintahan Indonesia pada masa ini. Syukur lah kita tidak berada pada posisi sulit yang dirasak oleh negara-negara lainnya.
4. Aksi Demo Berlebihan
Kebebasan bependapat kadang diartikan berbeda oleh sebagian masyarakat. Cara penyampaian pendapat pun sebenarnya sudah berkali-kali dibahas dalam pelajaran budi pekerti, soal etika khususnya. Oleh sebagian masyarakat yang masih belum paham oleh konsep penyampaian pendapat yang baik tersebut, demo atau orasi sepertinya merupakan jalan yang harus dilakukan bagi mereka. Kegiatannya cukup simpel, mereka biasnya akan berdiri di depan kantor pemerintahan, atau balaikota. Setelah itu, mereka akan meneriakkan protes-protes kepada kepala daerah yang terkait, diiringi oleh aksi teatrikal bila ada.
Demo merupakan hal yang baik sebetulnya,setiap orang punya caranya sendiri untuk menyampaikan pendapat.Namun, bila aksi demo tersebut terjadi terus menerus sehingga mengganggu pengguna jalan dan masyarakat, maka hal tersebut perlu dihentikan sepenuhnya. Pemerintah sendiri perlu mengambil langkah pengendalian konflik sosial yang efetif dan progresif untuk bisa mengendalikan masa. Cara apa yang harus ditempuh oleh pemerintah itu sendiri tentunya berdasarkan penilaian personal seorang pemimpin.
5. Dibelinya Suara Rakyat
Seperti pepatah bilang, uang bisa membeli segalanya. Terdengar klise, tapi contoh natanya bisa kita temukan di sekitar kita, terutama dalam segi politik. Uang kini bisa membeli suara rakyat. Untuk itu, ada sebagi masyarkat yang disebut sebagai pendukung musiman. Apabila “pertunjukkan” berakhir, maka apabila kebijakan pemerintah yang mereka dukung dulu ternyata tidak memuaskan, mereka tentunya akan menuntut balik kepada pemerintah tersebut. Lalu siapakah yang bodoh di sini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar